Berdasarkan
naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa I sarga 1, oleh Pangeran
Wangsakerta, diriwayatkan sebagai berikut:
"jwah
tambaya ping prathama sa kawarsa riking wus akweh wwang bharata nagari tekan jaruadwipa
mwang nusantara i bhumi nusantara, denira pramanaran dwipantara nung wreddhi
prethiwi, pantara ning sinarung teka n jawadwipa, hana n upakriya wikriya,
hansing mawarah marahaken sanghyang agama, hanasing luputaken sakeng bhaya
kaparajaya, ya thabhuten nagarinira, mwang moghangde nikang agong panigit ring
nusa nusa i bhumi nusantara"
Terjemahanannya:
Kelak,
mulai awal pertama tahun Saka di sini telah banyak orang orang negeri Bharata
(India) tiba di Pulau Jawa dan pulau pulau di bumi Nusantara. Karena Nusantara
terkenal sebagai tanah yang gembur. Di antara mereka, yang tiba di Pulau Jawa,
ada yang berdagang dan mengusahakan pelayanan, ada yang mengajarkan Sanghyang
Agama (ajaran agama), ada yang menghindarkan diri dari bahaya yang akan
membinasakan dirinya, seperti yang telah terjadi di negeri asalnya, yang
menyebabkan mengungsi ke pulau-pulau di bumi Nusantara.
Karena
mereka semua mengharapkan kesejahteraan hidupnya bersama anak isterinya.
Terutama para pendatang, banyak yang berasal dari wangsa Salankayana dan wangsa
Pallawa di bumi negeri Bharata (India). Dua wangsa inilah, yang sangat banyak
berdatangan di sini, dengan menaiki beberapa puluh buah perahu besar kecil.
Yang dipimpin oleh Sang Dewawarman, tiba mula-mula di Jawa Kulwan (Barat), maka
mereka bertujuan yaitu untuk berdagang dan mengusahakan pelayanan.
Mereka
senantiasa datang di sini, dan mereka kembali membawa rempah-rempah ke
negerinya. Di sini, Sang Dewawarman telah bersahabat dengan warga masyarakat di
pesisir Jawa Kulwan (Barat), Pulau Api dan Pulau Sumatera sebelah selatan,
terutama Sang Dewawarman sebagai duta dari wangsa Pallawa.
Permulaan
pertama tahun Saka, di pulau pulau Nusantara, telah banyak golongan warga
masyarakat, yang menjadi pribumi tiap dusun. Di antaranya ada yang bermusuhan,
ada juga yang berkasih kasihan berbimbingan tangan. Dukuh itu ada yang besar,
ada yang kecil. Dukuh besar ada di tepi laut, atau tidak jauh dari muara
sungai. Bukankah selalu berdatangan orang lain atau wilayah lain. Terutama
pedagang dari negeri Bharata (India), negeri Singhala, negeri Gaudi, negeri
Cina dan sebagainya.
Ramailah
kemudian dukuh dukuh di tepi laut. Dengan demikian, ramailah perdagangan antara
pulau-pulau di bumi Nusantara dengan negara lain dari benua utara sebelah barat
dan timur. Tetapi, yang banyak datang dari negeri Bharata (India), golongan
pendatang dari negeri Bharata (India) itu dipimpin oleh Sang Dewawarman, tiba
di dukuh pesisir Jawa Kulwan (Barat).
Para
pendatang itu bersahabat dengan penghulu dan warga masyarakat di sini. Adapun
penghulu atau penguasa wilayah pesisir Jawa Kulwan (Barat) sebelah barat,
namanya terkenal, Aki Tirem atau Sang Aki Luhur Mulya namanya yang lain.
Selanjutnya, puteri Sang Aki Luhur Mulya, namanya terkenal Pwahaci Larasati
(Pohaci Larasati), diperisteri oleh Sang Dewawarman. Dewawarman ini, disebut
oleh mahakawi (pujangga besar) sebagai Dewawarman pertama.
Akhirnya
semua anggota pasukan Dewawarman menikah dengan wanita pribumi. Oleh karena
itu, Dewawarman dan pasukannya, tidak ingin kembali ke negerinya. Mereka
menetap dan menjadi penduduk di situ, lalu beranak pinak.
Beberapa
tahun sebelumnya, Sang Dewawarman menjadi duta keliling negaranya (Pallawa)
untuk negeri negeri lain yang bersahabat, seperti kerajaan kerajaan di Ujung
Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, China, dan Abasid (Mesopotamia), dengan
tujuan mempererat persahabatan dan berniaga hasil bumi, serta barang barang
lainnya.
Tatkala
Aki Tirem sakit, sebelum meninggal, ia menyerahkan kekuasaannya kepada sang
menantu. Dewawarman tidak menolak diserahi kekuasaan atas daerah itu, sedangkan
semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula para pengikut
Dewawarman, karena mereka telah menjadi penduduk di situ, lagi pula banyak di
antara mereka yang telah mempunyai anak.
Setelah
Aki Tirem wafat, Sang Dewawarman menggantikannya sebagai penguasa di situ,
dengan nama nobat Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara,
sedangkan isterinya, Pohaci Larasati menjadi permaisuri, dengan nama nobat,
Dewi Dwanu Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara (salaka= perak).
Daerah
kekuasaan Salakanagara, meliputi Jawa Kulwan bagian barat dan semua pulau di
sebelah barat Nusa Jawa. Laut di antara Pulau Jawa dengan Sumatera, masuk pula
dalam wilayahnya. Oleh karena itu, daerah- daerah sepanjang pantainya, dijaga
oleh pasukan Sang Dewawarman, sebab jalur ini merupakan gerbang laut. Perahu
perahu yang beralayar dari timur ke barat dan sebaliknya, harus berhenti dan
membayar upeti kepada Sang Dewawarman. Pelabuhan pelabuhan di pesisir barat
Jawa Kulwan, Nusa Mandala (mungkin Pulau Panaitan), Nusa Api (Krakatau), dan
pesisir Sumatera bagian selatan, dijaga oleh pasukan Dewawarman.
Wangsa
Dewawarman memerintah Kerajaan Salakanagara di bumi Jawa Kulwan, dengan ibukota
Rajatapura (Kota Perak). Kota besar lainnya lagi, Agrabhintapura ada di wilayah
sebelah selatan. Agrabhintapura, dipimpin oleh raja daerah bernama Sweta
Limansakti, adik Dewawarman. Sedangkan adiknya yang lain, yang bernama Senapati
Bahadura Harigana Jayasakti, diangkat menjadi raja daerah penguasa mandala
Hujung Kulon. (har)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar