Nusantara merupakan sebutan untuk
negara kepulauan yang terletak di kepulauan Indonesia saat ini. Catatan bangsa
Tionghoa menamakan kepulauan ini dengan Nan-hai yang berarti
Kepulauan Laut Selatan. Catatan kuno bangsa India menamainya Dwipantara yang
berarti Kepulauan Tanah Seberang, yang diturunkan dari kata Sanskerta dwipa (pulau)
dan antara (luar, seberang) dan disebut juga dengan Swarnadwiva (pulau
emas, yaitu Sumatra sekarang). Bangsa Arab menyebut daerah ini dengan Jaza’ir
al-Jawi (Kepulauan Jawa).
Migrasi manusia
purba masuk ke wilayah Nusantara terjadi para rentang waktu antara 100.000
sampai 160.000 tahun yang lalu sebagai bagian dari migrasi manusia purba “out
of Africa“. Ras Austolomelanesia (Papua) memasuki kawasan ini ketika masih
bergabung dengan daratan Asia kemudian bergerak ke timur, sisa tengkoraknya
ditemukan di gua Braholo (Yogyakarata), gua Babi dan gua Niah (Kalimantan).
Selanjutnya kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran
masuk ke kepulauan Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari
Yunan dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara bagian
barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu sekitar tahun 2.500 SM
dan 1.500 SM (Wikipedia, 2009).
Bangsa nenek moyang ini telah
memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik,
ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata
pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran
dari India pada abad-abad akhir Sebelum Masehi memperkenalkan kepada
mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan).
Kepulauan Nusantara saat ini paling
tidak ada 50 populasi etnik yang mendiaminya, dengan karakteristik budaya dan
bahasa tersendiri. Sebagian besar dari populasi ini dengan cirri fisik
Mongoloid, mempunyai bahasa yang tergolong dalam satu keluarga atau filum
bahasa. Bahasa mereka merupakan bahasa-bahasa Austronesia yang menunjukkan
mereka berasal dari satu nenek moyang. Sedangkan di Indonesia bagian timur
terdapat satu populasi dengan bahasa-bahasa yang tergolong dalam berbagai
bahasa Papua.
Pusat Arkeologi Nasional telah
berhasil meneliti kerangka berumur 2000-3000 tahun, yaitu penelitian DNA purba
dari situs Plawangan di Jawa Tengah dan Gilimanuk Bali. Penelitian itu
menunjukkan bahwa manusia Indonesia yang hidup di kedua situs tersebut telah berkerabat
secara genetik sejak 2000-3000 tahun lalu. Pada kenyataannya hingga sekarang
populasi manusia Bali dan Jawa masih memiliki kekerabatan genetik yang erat
hingga sekarang.
Hasil penelitian Alan Wilson tentang
asal usul manusia di Amerika Serikat (1980-an) menunjukkan bahwa manusia modern
berasal dari Afrika sekitar 150.000-200.000 tahun lampau dengan kesimpulan
bahwa hanya ada satu pohon filogenetik DNA mitokondria, yaitu Afrika. Hasil
penelitian ini melemahkan teori bahwa manusia modern berkembang di beberapa
penjuru dunia secara terpisah (multi origin). Oleh karena itu tidak ada
kaitannya manusia purba yang fosilnya ditemukan diberbagai situs di Jawa (homo
erectus, homo soloensis, mojokertensis) dan di Cina (Peking Man) dengan
perkembangan manusia modern (homo sapiens) di Asia Timur. Manusia purba ini
yang hidup sejuta tahun yang lalu merupakan missing link dalam evolusi. Saat
homo sapiens mendarat di Kepulauan Nusantara, pulau Sumatra, Jawa dan
Kalimantan masih tergabung dengan daratan Asia sebagai sub-benuaSundaland.
Sedangkan pulau Papua saat itu masih menjadi satu dengan benua Australia
sebagai Sahulland.
Teori kedua yang bertentangan dengan
teori imigrasi Austronesia dari Yunan dan India adalah teori Harry Truman.
Teori ini mengatakan bahwa nenek moyang bangsa Austronesia berasal dari dataran
Sunda-Land yang tenggelam pada zaman es (era pleistosen). Populasi ini
peradabannya sudah maju, mereka bermigrasi hingga ke Asia daratan hingga ke
Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan mengembangkan peradaban. Pendapat
ini diperkuat oleh Umar Anggara Jenny, mengatakan bahwa Austronesia sebagai
rumpun bahasa yang merupakan sebuah fenomena besar dalam sejarah manusia.
Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas, mencakup lebih dari 1.200 bahasa
yang tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur. Bahasa
tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang. Pendapat Umar Anggara
Jenny dan Harry Truman tentang sebaran dan pengaruh bahasa dan bangsa
Austronesia ini juga dibenarkan oleh Abdul Hadi WM (Samantho, 2009).
Teori awal peradaban manusia berada
di dataran Paparan Sunda (Sunda-Land) juga dikemukan oleh Santos (2005). Santos
menerapkan analisis filologis (ilmu kebahasaan), antropologis dan arkeologis.
Hasil analisis dari reflief bangunan dan artefak bersejarah seperti piramida di
Mesir, kuil-kuil suci peninggalan peradaban Maya dan Aztec, peninggalan
peradaban Mohenjodaro dan Harrapa, serta analisis geografis (seperti luas
wilayah, iklim, sumberdaya alam, gunung berapi, dan cara bertani) menunjukkan
bahwa sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia ialah bentuk yang diadopsi
oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun Santos menyimpulkan bahwa Sunda
Land merupakan pusat peradaban yang maju ribuan tahun silam yang dikenal dengan
Benua Atlantis.
Dari kedua teori tentang asal usul
manusia yang mendiami Nusantara ini, Benua Sunda-Land merupakan benang
merahnya. Pendekatan analisis filologis, antropologis dan arkeologis dari
kerajaan Nusantara kuno serta analisis hubungan keterkaitan satu dengan lainnya
kemungkinan besar akan menyingkap kegelapan masa lalu Nusantara. Penelitian ini
bertujuan untuk menelusuri peradaban awal Nusantara yang diduga adalah kerajaan
Kandis.