Dari
Kitab Paramayoga
Di
dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan
memilihnya sebagai kalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan
keberatan karena umat manusia mereka anggap hanya bisa berbuat kerusakan saja.
Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya
mampu mengalahkan kepandaian para malaikat.
Di
hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya
mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk
bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan
perintah Tuhan, kecuali makhluk bernama Ajajil.
Ajajil
menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas
disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap
sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki
sebagai Sang Iblis.
Nabi
Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya
diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon
larangan.
Sementara
itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar
sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam tidak
sempurna dan bisa dikalahkan. Melalui kepandaiannya berbicara, ular samaran
Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon
larangan tersebut. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut
keluar dari Taman Surga.
Adam
kemudian membangun tempat tinggal baru di daerah Asia Barat Daya bernama
Kerajaan Kusniyamalebari. Setelah memimpin selama 129 tahun, barulah Adam dan
Hawa memiliki keturunan. Setiap kali melahirkan mereka mendapatkan putra dan
putri sekaligus. Putra yang tampan lahir bersama putri yang cantik, sedangkan
putra yang jelek lahir bersama putri yang jelek pula.
Nabi Adam memiliki
anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar. Yang
laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Setelah lahir lima
pasangan, Nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan
cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak
kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing. Alasannya sudah merupakan
ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan.
Adam
dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Dari silang sengketa antara
Adam dan Hawa tersebut, Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa yang diterjemahkan
sebagai darah. diterjemahkan sebagai (“dayaning urip”/daya hidup).untuk
mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta
menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsa milik Hawa tetap
berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.
Rahsa
tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan
sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok
bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan
kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi
lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah
(kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga
dapat hidup sempurna.
Adam
mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Sayidina Sis (Nabi
Sis) .yang dalam Jitapsara (Kitab susunan Begawan Palasara, Jawa) disebut Sang
Hyang Sita. , di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Nabi Adam
memanjatkan syukur kepada Allah dan menjalankan bisikan gaib tersebut dan bayi
Sis digendongnya.
Setelah
Adam pergi, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh
angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan
oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, dan diberi nama Cupumanik
Astagina.
Beberapa
tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan
dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang
kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir
tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.
Pada
suatu hari Nabi Adam mengutus Sayid Sis untuk mengambil buah di Taman Surga.
Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan
ayahnya.
Selain
itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama
Dewi Mulat. Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di
negeri Kusniyamalebari.
Malaikat
Ngazazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam
akan sangat dikasihi Allah. Maka Ngazazil selalu berdoa kepada Allah dan selalu
berupaya agar keturunan Adam dan keturunannya bisa menyatu. Maksudnya, agar
dirinya dapat menurunkan raja-raja bagi manusia.
Doa
Ngazazil dikabulkan, kemudian anaknya, Dlajah, dibuat mirip dengan Dewi Mulat
untuk menggantikan isteri Nabi Sis tersebut. Sedang Dewi Mulat disembunyikan.
Setelah Ngazazil mengetahui nutfah Nabi Sis (Sang Hyang Sita) jatuh di
telanakan (rahim) Dlajah, maka cepat-cepat Dlajah dibawa pulang ke kahyangannya
dan Dewi Mulat dimunculkan kembali.
Dewi
Mulat melahirkan anak kembar pada waktu julungwangi atau saat matahari terbit.
Yang satu berwujud bayi laki-laki dan yang satunya berwujud Cahya (Nur).
Pada
waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julungpujut atau saat
matahari tenggelam. Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang
berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas. Selanjutnya
Asrar tersebut dibawa Ngazazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak
Nabi Sis dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur). Kemudian berubah menjadi
laksana bayi laki-laki yang masih diliputi cahaya dan tidak dapat
dipegang.Kakek bayi-bayi tersebut, Nabi Adam (Hyang Adhama), memberi nama Anwas
(Nasa, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud bayi laki-laki (dari Dewi
Mulat) dan Anwar (Nara, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud cahya
(persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah).
Sayid
Anwas tekun beribadah kepada Allah SWT., sedang Sayid Anwar gemar bertapa dan
berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Ngazazil dan berguru kepadanya. Sayid
Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau
perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera). Juga bisa
terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi. Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu
Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu. Nabi Adam
paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ngazazil dan berkata kepada Nabi
Sis, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek
dan ayahnya.
CATATAN
PENULIS:
Kisah
Sayid Anwar (Sang Hyang Nurcahya) tersebut juga dengan samar-samar mengisahkan
proses beremanasinya Sang Hyang Sita (Nabi Sis) menjadi Sang Hyang Nuircahya (Sayid
Anwar). Meskipun kelahirannya melalui ibu : Dewi Mulat dan Dlajah, namun jelas
sekali bahwa Dewi Mulat bidadari pemberian Allah, sedang Dlajah “anak” malaikat
Ngazazil. Paramayoga tidak secara jelas menguraikan tentang malaikat Ngazazil
dan bagaimana ceritanya bisa punya “anak” bernama Dlajah. Disinilah “kehalusan”
pujangga Jawa dalam menukil ajaran Islam tentang Allah Swt. dan Malaikat. Para
pujangga Jawa menghormati ketauhidan Islam dengan menempatkan Allah Swt. pada
wilayah “tan kena kinayangapa”. Serta tetap membuat misteri tentang posisi
Malaikat. Secara samar-samar memposisikan kesetaraan Malaikat dengan Hyang
Adhama, sehingga disebutkan bahwa Malaikat Ngazazil berkehendak ikut menurunkan
raja-raja penguasa manusia. Secara tersirat menyatakan bahwa Malaikat (sebagai
Kuasa Allah) ikut mengatur “uriping manungsa”. Maksudnya, ikut terlibat dalam
proses beremanasinya Dzat Sejating Urip selanjutnya.
Asal-usul
Serat
Paramayoga
merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan
unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sang Hyang Wenang misalnya,
disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan
dari Nabi Adam.
Sang Hyang Wenang
merupakan putra Sang hyang Nurrasa, putra Sang Hyang Nurcahya,
putra Nabi Sis, putra Nabi Adam. Ia memiliki seorang kakak bernama
Sang Hyang Darmajaka dan seorang adik bernama Sang Hyang Pramanawisesa.
Setelah dewasa,
Sanghyang Wenang mewarisi takhta Kahyangan Pulau Dewa dari ayahnya. Kahyangan
ini konon sekarang terletak di negara Maladewa, di sebelah barat India.
Set menurut kepercayaan Islam
Set
(Syits) (sekitar 3630-2718 SM), hidup selama kurang lebih 912 tahun, meninggal
pada usia 1042 tahun. Menikah dengan Azura (Hazurah), kemudian mengandung
seorang anak yang bernama Enos pada usia 105 tahun. Ia salah seorang anak Adam,
yang dianggap sebagai salah satu dari nabi-nabi dalam Islam. Ia juga termasuk
guru Nabi Idris yang pertama kali mengajarkan baca-tulis, ilmu falak,
Menjinakkan kuda dan lain-lain.
Dalam
kisah lain di riwayatkan:
Nabi
Adam berketurunan Nabi Sis, Nabi Sis mempunyai 2 anak
Yang
pertama Sayid Anwar, beliau menurunkan para dewa yg menurunkan keluarga Barata,
dimana ada Pandawa, salah satunya Arjuna yang mempunyai cucu bernama Parikesit,
dari Parikesit ini menurunkan Angling Darma, Sri Aji Joyoboyo (Kediri), lalu
keturunan- keturunan mereka di Majapahit, Demak, Mataram, sampai sekarang menyebar
dimana-mana di Nusantara . Tidak sedikit raja-raja keturunan Sayid Anwar yang
menguasai bangsa-bangsa lain di permukaan bumi.
Yang
ke 2 adalah Sayid Anwas, yang besar dalam asuhan Nabi Adam, Nabi Idris,
Ibrahim, Musa, Isa sampai Muhammad S.A.W. Keturunan Sayid Anwas juga menumbuhkan
suku-suku bangsa superior seperti bangsa Israil, bangsa Arab, bangsa Arya dan
bangsa-bangsa besar lainnya.
Nabi Adam punya anak Nabi Sis, Nabi Sis kawin dengan Dewi Mulat (bidadari dari langit)
punya anak 2: Sayid Anwas (menurunkan nabi-nabi) dan Sayid Anwar (menurunkan
dewa-dewa). sayid anwar alias nurcahyo kawin dengan anak raja jin punya anak Nurrasa. Nurrasa kawin dengan anak raja jin punya anak Sang Hyang Wenang. Sang Hyang Wenang kawin dengan anak raja jin punya anak Sang Hyang Tunggal. Sang Hyang Tunggal punya anak dari istri pertama namanya Rancasan, dari istri kedua punya
anak Antaga (Togog), Ismaya (Semar) dan Manikmaya (Betara guru).
Putra Nabi SYS : Sayid Anwar, Meminum Maul Hayat
Dalam
riwayat yang lain dikisahkan bahwa Sayid Anwar sempat diasuh oleh Nabi Adam,
Sayid Anwar melanggar pantangan dengan meminum air kehidupan yang membuat
hidupnya abadi. Mengetahui itu, Nabi Adam marah lalu mengusir Sayid Anwar.
Sayid
Anwar sangat kecewa dengan sang kakek lalu pergi berkelana. Di tengah
perjalanan dia bertemu Malaikat Harut dan Marut yang menyesatkannya menuju ke
arah Sungai Nil dan bertemu dengan beberapa anak Adam lainnya. Dengan sang
paman, Sayid Anwar belajar ilmu melihat masa depan (semacam ilmu laduni) dan
berbagai ilmu hebat lain. Usainya, Sayid Anwar melanjutkan perjalanan ke arah
timur menuju pulau kecil di antara Pulau Maldewa dan Laksdewa, yang bernama
Lemah Dewani.
Di
situlah Sayid Anwar melakukan tapa brata dengan cara melihat matahari mulai
terbit sampai tenggelam. Setelah tujuh tahun bertapa, daya linuwih pada Sayid
Anwar terolah hebat sehingga bisa menghilang (kasat mata). Dalam
pengembaraannya di Lemah Dewani, Sayid Anwar banyak bertarung dengan para jin
dan membuat mereka tunduk di bawah kekuasaannya. Mendengar kehebatan Sayid
Anwar, lama-lama banyak kaum jin yang memilih mengabdi padanya.
Kejadian
tersebut sangat mengganggu Prabu Nuradi, raja para jin yang menguasai Lemah Dewani.
Prabu Nuradi melabrak Sayid Anwar dan mengajaknya bertarung. Dalam pertarungan
itu Orabu Nuradi kalah dan tunduk pada kekuasaan Sayid Anwar. Prabu Nurani
memilih turun tahta lalu mengangkat Sayid Anwar menjadi raja para jin dan
menyerahkan putrinya menjadi isteri. Ketika menjadi raja jin, Sayid Anwar
mendapatkan gelar Prabu Nurasa.
Prabu Nurasa yang
telah memiliki kehidupan abadi, kemudian tinggal di tempat tinggi dan meminta
izin pada Yang Mahaesa untuk mengangkat diri sebagai Tuhan Semesta Alam. Yang
Maha esa mengabulkan dan membiarkan Prabu Nurasa murtad dari ajaran keturunan
Nabi Adam. Ketika menjadi raja, Lemah Dewani diubah nama menjadi Tanah Jawi
(Tanah Jawa). Dari Prabu Nurasa lahirkan keturunan-keturunannya yang kemudian
menjadi para dewa mulai dari Batara Guru sampai raja-raja di Tanah Jawi.
Wallahu A'lam Bishawab